"YAYASAN ALKAUTSAR"

LEMBAGA SOSIAL DAN DAKWAH ISLAM JAKARTA - INDONESIA

FENOMENA PENGEBOMAN, BUAH PEMIKIRAN KHAWARIJ - 2

Seorang yang dimasukkan oleh waliyul amri (penguasa) muslim –ke dalam negerinya- dengan ikatan perjanjian kemanan, maka jiwa dan hartanya itu dilindungi (terjaga), tidak boleh diganggu. Barangsiapa membunuhnya maka sungguh ia sebagaimana disabdakan oleh Nabi “tidak akan mencium bau syurga”. Ini merupakan ancaman keras bagi orang yang menyerang mu’ahidin. Dan sudah dimaklumi bahwasanya ahlul Islam jaminan mereka adalah satu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Orang-orang mukmin sama (setara) darah-darah mereka, dan orang yang terendah berusaha menanggung mereka”

Ketika Ummu Hani memberikan perlindungan kepada seorang musyrik pada peperangan Fathu Makkah, dan Ali bin Abi Thalib hendak membunuhnya, maka ia (Ummu Hani) pergi menemui Nabi dan menceritakannya, maka Nabi bersabda.

“Sesungguhnya kami melindungi orang yang engkau beri perlindungan wahai Ummu Hani” [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Maksudnya bahwa orang yang masuk dalam suatu perlindungan keamanan atau terikat perjanjian dengan waliyul amri karena suatu kemaslahatan yang ia pandang, maka ia tidak boleh diganggu dan dianiaya baik dairi maupun hartanya.

Jika hal ini telah jelas maka sesungguhnhya apa yang terjadi di kota Riyadh, adanya peristiwa pengeboman adalah perkara yang tidak dibenarkan oleh agama Islam, dan pengharamannya itu datang dari berbagai sisi.

[1] Perbuatan ini merupakan pendzaliman terhadap kehormatan negeri kaum muslimin, dan menimbulkan ketakutan (keresahan) bagi orang-orang yang merasakan aman di dalamnya.

[2] Merupakan pembunuhan terhadap jiwa yang terjaga dalam syari’at Islam

[3] Membuat kerusakan di muka bumi.

[4] Perusakan harta benda yang dilindungi.

Dan Majlis Hai’ah Kibarul Ulama ketika menjelaskan hukum perkara ini (menganjurkan) agar kaum muslimin menjaga diri agar tidak terjerumus kedalam keharaman yang membinasakan, dan memperingatkan mereka dari tipu daya setan, karena ia selalu menyertai seorang hamba sehingga menjerumuskannya dalam kehancuran, bisa dengan cara ghuluw (ekstrim), atau bersikap keras dalam beragama –semoga Allah melindungi kita-. Setan tidak peduli dengan cara yang mana diantara keduanya itu bisa memperdaya seorang hamba, karena kedua cara itu ; ghuluw dan sikap kasar/keras termasuk dari jalan-jalan setan yang akan menjerumuskan pelakunya ke dalam murka Allah dan siksaNya.

Apa yang dilakukan oleh orang-orang yang menempuh perbuatan ini, yakni bunuh diri dengan bom maka ini tercakup dalam sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barangsiapa bunuh diri dengan menggunakan sesuatu di dunia, maka ia akan diadzab dengannya pada hari kiamat” [Diriwayatkan oleh Abu ‘Awanah dalam Mustakhrajnya dari hadits Tsabit bin Ad-Dhahhaak Radhiyallahu ‘anhu]

Dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Barangsiapa bunuh diri dengan memakai sepotong besi, maka potongan besinya itu ada di tangannya, ia akan memukuli perutnya dengan besi itu dalam neraka jahannam, kekal abadi didalamnya selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan minum racun, niscaya ia menghirupnya di neraka jahannam kekal didalamnya selama-lamanya. Barangsiapa bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari gunung, maka kelak ia akan jatuh ke dalam neraka jahannam kekal di dalamnya selama-lamanya.”

Di dalam shahih Bukhari juga terdapat seperti hadits ini.

Kemudian hendaklah semuanya mengetahui bahwa umat Islam pada hari ini menderita (malapetaka) karena penguasaan musuh atas mereka dari berbagai sisi. Sedang musuh-musuh itu bergembira dengan tersedianya sarana melegalkan mereka untuk menguasai kaum muslimin, merendahkan (martabat) mereka dan mengeruk kekayaan mereka. Maka barangsiapa yang membantu musuh-musuh Islam dalam (merealisasikan) tujuan mereka, dan membuka pelabuhan (pangkalan) bagi mereka untuk menindas kaum muslimin dan negeri Islam, maka berarti sungguh ia telah menolong (musuh) untuk melecehkan kaum muslimin dan menguasai negeri mereka. Ini adalah termasuk dosa paling besar.

Sebagaimana wajib adanya perhatian terhadap ilmu sya’i yang diambil dari Kitab dan Sunnah sesuai dengan pemahaman Salaful Ummah, yang mana hal itu (dapat ditempuh) dalam sekolahan, perguruan tinggi, masjid-masjid, dan sarana informasi. Sebagaimana wajib pula untuk memperhatikan urusan amar ma’ruf dan nahi munkar dan saling menasehati dalam perkara yang hak. Sesungguhnya kebutuhan bahkan keharusan menyeru manusia (agar kembali kepada agamanya dan melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar) pada saat sekarang lebih besar daripada waktu yang telah lewat, dan wajib bagi para pemuda muslim berbaik sangka kepada ulama mereka dan mengambil (ilmu dan fatwa) dari mereka, dan hendaklah mereka mengetahui bahwa termasuk sebagian dari apa yang diusahakan oleh musuh-musuh agama ini ialah menumbuhkan benih perselisihan antara pemuda Islam dengan ulamanya, dan antara mereka dengan pemerintahnya, hingga kekuatan mereka melemah, sehingga mudah (bagi musuh) menguasai mereka, maka wajib untuk mewaspadai hal ini.

Mudah-mudahan Allah menjaga kita semuanya dari tipu daya musuh, dan wajib bagi kaum muslimin bertaqwa kepada Allah baik secara sembunyi maupun terang-terangan, dan bertaubat dengan jujur dan sebenar-benarnya dari segala dosa. Karena sesungguhnya tiada turun satu bencana melainkan disebabkan dosa (yang diperbuat hamba) dan tiadalah malapetaka itu akan hilang melainkan dengan adanya taubat. Kami memohon kepada Allah semoga Dia memperbaiki keadaan kaum muslimin, dan menjauhkan negeri kaum muslimin dari segenap keburukan dan perkara yang dibenci. Semoga shalawat dan salam diberikan Allah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para shahabatnya.

FENOMENA PENGEBOMAN, BUAH PEMIKIRAN KHAWARIJ - 1

Pengeboman, yang marak akhir-akhir ini, diyakini sebagai suatu alat perjuangan kelompok tertentu, baik muslim atau non muslim. Hanya saja yang dilakukan oleh segelintir orang dari kalangan muslim nampak lebih menonjol sehingga banyak disorot. Timbul pertanyaan, apakah aksi ini memiliki dasar syar’i atau semata-mata salah interpretasi (penafsiran) terhadap nash (dalil) syar’i, yang tentunya berdampak buruk. Berikut fatwa dari Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia, berkenan dengan pengeboman di Riyadh, ibu kota Saudi Arabia. Pengambilan peristiwa ini sebagai contoh, karena sebelumnya pernah terjadi peristiwa serupa di Indonesia.

Telah terbit penjelasan dari Hai’ah Kibarul Ulama (Lembaga Ulama Besar Saudi Arabia) seputar beberapa peristiwa pengeboman yang terjadi di kota Riyadh belakangan ini. Berikut teks penjelasannya :
____________________________________


Majelis Hai’ah Kibarul Ulama dalam pertemuan khususnya yang diselenggarakan di kota Riyadh pada hari rabu 13/3/1424H telah membahas peristiwa-peritiwa pengeboman yang terjadi di Riyadh Senin 11/3/1424H yang mengakibatkan pembunuhan, penghancuran, keresahan dan musibah-musibah yang menimpa mayoritas kaum muslimin dan non muslim.

Perlu diketahui bahwa syari’at Islam datang untuk menjaga 5 pokok yang amat mendasar serta mengharamkan untuk diterjang yaitu : Agama, jiwa, harta, kehormatan dan akal.

Tiada perselisihan diantara kaum muslimin tentang haramnya menganiaya jiwa orang yang terjaga dalam agama Islam baik seorang muslim sehingga tidak boleh dianiaya dan dibunuh tanpa alasan yang benar. Barangsiapa melanggarnya, niscaya dia memikul dosa besar. Allah berfirman.

“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya” [An-Nisa’:93]

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa : barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain (hukum qishas) atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya” [Al-Maidah:32]

Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya.

Mujahid Rahimahullah berkata : “ ….Ayat ini menunjukkan betapa besarnya (dosa) membunuh jiwa tanpa alasan yang benar”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tidak halal darah seseorang muslim yang bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah kecuali (karena) tiga perkara : jiwa dengan jiwa, pezina yang sudah menikah dan orang yang keluar dari agama Islam, meninggalkan jama’ah” [Muttafaqun ‘alaihi dan ini lafadh Bukhari]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda.

“Aku diperintah (Allah) untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwasanya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah mengerjakan (semua) itu maka terjaga dariku darah dan harta mereka, kecuali dengan hak Islam dan hisab mereka adalah atas Allah” [Muttafaqun ‘alaihi dan hadits Ibnu Umar]

Dalam sunan Nasa’i dari Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Sungguh hancurnya dunia itu lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang muslim”

Suatu hari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah melihat baitullah atau ka’bah lalu ia berkata : “Alangkah besarnya kehormatanmu ! Namun orang mukmin masih lebih besar kehormatannya di sisi Allah dari padamu”

Semua dalil-dalil ini dan masih banyak lainnya lagi menunjukkan betapa besar kehormatan darah seorang muslim. Maka haram membunuhnya dengan sebab apapun kecuali apa yang telah dijelaskan oleh nash-nash syar’i. Karena itulah, maka tidak halal bagi seseorang untuk menganiaya seorang muslim tanpa alasan yang dibenarkan agama.

Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus kami (menghadapi) Bani Huraqah, maka kami datang (menyerang) kaum tersebut pagi hari. Kamipun berhasil mengalahkan mereka. Saya dan seorang Anshar menyusul (mengejar) seorang diantara mereka [Namanya Mirdas bin Amr Al-Fidaki. Lihat Fathul Bari (12/240) oleh Ibnu Hajar]. Tatkala kami telah berhasil mencapainya, ia berucap : “Laa Ilaaha Illallaah”. Temanku orang Anshar menahan dirinya (dari membunuhnya), sementara aku menikamkan tombakku sehingga orang itu terbunuh olehku. Ketika kami datang (ke Madinah) berita itu sampai kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda : “Wahai Usamah, apakah engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah?” Aku menjawab. “Orang itu hanya mencari perlindungan saja” (pura-pura mengucapkan kalimat tauhid). Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengulangi pertanyaan tadi sehingga aku berangan-angan sekiranya aku belum masuk Islam kecuali pada hari itu” [Hadits Riwayat Bukhari 4269, 6872, dan Muslim 273,274 dan ini lafadz Bukhari]

Hadits ini menunjukkan secara gamblang tentang kehormatan darah seorang muslim. Perhatikanlah kisah ini, kaum muslimin dalam kancah peperangan. Tatkala mereka dapat mengejar musuhnya dan berkesempatan untuk menyudahinya, kemudian laki-laki musyrik itu mengucapkan kalimat tauhid dan Usamah membunuhnya karena menurut persangkaannya orang musyrik tersebut mengucapkan kalimat tauhid tidak lain hanya untuk menyelamatkan dirinya. Sekalipun kondisi dan alasan tersebut, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menerima alasan Usamah. Semua ini menunjukkan secara jelas betapa besar kehormatan darah kaum muslimin dan betapa besar dosa pelanggarnya. Sebagaimana darah seorang muslim itu haram ditumpahkan, maka begitu pula hartanya adalah haram diambil dan terjaga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Sesungguhnya darahmu, dan hartamu adalah haram bagimu, seperti haramnya harimu ini, dalam bulanmu ini, dalam negerimu ini” [Hadits Riwayat Muslim]

Dan ucapan ini, beliau sampaikan ketika berkhutbah pada hari Arafah. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula seperti hadits ini pada khutbah hari nahr (Qurban/Iedul Adha).

Berdasarkan keterangan di muka maka telah jelas keharaman membunuh jiwa yang dilindungi tanpa alasan yang benar.

Dan termasuk jiwa yang dilindungi dalam Islam ialah … jiwa-jiwa yang terikat perjanjian dan ahli dzimmah [orang-orang bukan Islam yang berada di bawah perlindungan pemerintah Islam] dan orang-orang yang meminta perlindungan (keamanan).

Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW beliau bersabda.

“Barangsiapa membunuh seorang mu’ahid (orang kafir yang ada dalam ikatan perjanjian, -pent), maka ia tidak akan mencium bau syurga, padahal baunya itu bisa dirasakan (dari jarak) sejauh 40 tahun (lama) perjalanan” [Hadits Riwayat Bukhari]

APA HUKUM PERKATAAN FULAN SYAHID?

Pertanyaan:
"Apa hukum perkataan, 'Fulan Syahid?'.

Jawaban:
Jawaban atas hal itu adalah bahwa seseorang dikatakan syahid itu dengan dua sisi yaitu :

Pertama.
Hendaknya terikat dengan suatu sifat, seperti : Dikatakan bahwa setiap orang yang dibunuh fisabillah adalah syahid, orang yang dibunuh karena membela hartanya adalah syahid, orang yang mati karena penyakit thaun adalah syahid dan yang semacamnya. Ini adalah boleh sebagai mana yang terdapat dalam nash, dan karena kamu menyaksikan dengan apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang kami maksud boleh adalah tidak dilarang. Jika menyaksikan hal itu, maka wajiblah membenarkan khabar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Kedua.
Menentukan syahid bagi seseorang, seperti kamu mengatakan kepada seseorang, dengan menta'yin bahwa dia syahid. Ini tidak boleh kecuali yang disaksikan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam atau umat sepakat atas kesyahidannya. Al-Bukhari dalam menerangkan hal ini ia berkata : Bab. Tidak Boleh Mengatakan Si Fulan Syahid. Ia berkata dalam Al-Fath Juz 6 halaman. 90, yaitu : Tidak Memvonis Syahid Kecuali Ada Wahyu. Seakan dia mengisyaratkan hadits Umar, bahwa beliau berkhutbah. "Dalam peperangan, kalian mengatakan bahwa si Fulan Syahid, dan si Fulan telah mati syahid. Mudah-mudahan perjalanannya tenang. Ketahuilah, janganlah kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : Barangsiapa mati di jalan Allah atau terbunuh maka ia syahid". Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Sa'id bin Manshur dan lainnya dari jalur Muhammad bin Sirrin dan Abi Al-A'jafa' dari Umar.

Karena persaksian terhadap suatu hal yang tidak bisa kecuali dengan ilmu, sedang syarat orang menjadi mati syahid adalah karena ia berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang tinggi. Ini adalah niat batin yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya. Oleh karena itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda sebagai isyarat akan hal itu.

"Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya...." [Hadits Riwayat Bukhari : 2787]

Dan sabda beliau.

"Demi Dzat diriku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang terluka di jalan Allah kecuali datang dihari kiamat sedang lukanya mengalir darah, warnanya warna darah dan baunya bau Misk" [Hadits Riwayat Bukhari : 2803]

Akan tetapi orang yang secara dhahirnya baik, maka kami berharap dia syahid. Kami tidak bersaksi atas syahidnya dia dan juga tidak berburuk sangka kepadanya. Raja' (berharap) itu satu posisi di antara dua posisi (bersaksi dan buruk sangka), akan tetapi kita memperlakukannya di dunia dengan hukum-hukum syahid, jika ia terbunuh dalam jihad fi sabilillah. Ia dikubur dengan darah di bajunya tanpa menshalatinya. Dan untuk syuhada' yang lain, dimandikan, dikafani dan dishalati.

Karena, kalau kita bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid konsekwensinya adalah kita bersaksi bahwa ia masuk surga. Mereka tidak bersaksi atas seseorang dengan surga kecuali dengan sifat atau seseorang yang disaksikan oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa boleh kita bersaksi atas syahidnya seseorang yang umat sepakat memujinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah termasuk yang berpendapat seperti ini.

Dengan ini, maka menjadi jelas bahwa kita tidak boleh bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid kecuali dengan nash atau kesepakatan. Akan tetapi bila dhahirnya baik maka kita berharap demikian sebagaimana keterangan diatas, dan cukuplah nasihat tentang ini, sedangkan ilmunya ada di sisi Sang Pencipta.

BOM SYAHID ATAU BOM BUNUH DIRI - 3

Pertanyaan:
Apa hukum syar’i bagi orang meletakkan bahan peledak di tubuhnya, kemudian dia ledakkan di antara komunitas orang-orang kafir untuk menewaskan mereka ? Apakah benar jika dia berdalil dengan kisah seorang pemuda yang hendak dibunuh oleh raja yang musyrik ?”

Jawaban:
Orang yang meletakkan bahan peledak dalam tubuhnya dengan tujuan untuk meledakkannya bersama dirinya di komunitas musuh, adalah orang yang membunuh dirinya. Dia akan diadzab karena membunuh dirinya di neraka Jahannam kekal di dalamnya, sebagaimana telah tsabit hal itu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang ancaman orang bunuh diri dengan sesuatu maka dia diadzab dengan sesuatu yang membunuhnya di neraka Jahannam”.

Alangkah aneh mereka yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti ini, padahal mereka membaca firman Allah Jalla Jalaluhu.

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu …”[An-Nisa : 29]

Kemudian mereka melakukan perbuatan itu, apakah mereka memetik sesuatu ? apakah musuh kalah?! Ataukah musuh semakin keras kepada mereka yang melakukan bom bunuh diri ini, sebagaimana hal ini terlihat di negeri Yahudi, dimana perbuatan seperti ini tidak menambah mereka kecuali mereka semakin gigih dengan kebrutalan mereka, bahkan kami dapati pooling terakhir dimenangkan oleh kelompok kanan yang ingin menghabiskan orang-orang Arab.

Akan tetapi barangsiapa yang melakukan hal ini dengan ijtihadnya menyangka bahwa ini adalah sarana pendekatan diri kepada Allah Jalla Jalaluhu maka kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar tidak menghukumnya ; karena dia seorang jahil yang mentakwil….

Adapun pendalilan dengan kisah pemuda ashabul ukhdud, maka kisah pemuda ini didapatkan darinya umat yang masuk Islam, tanpa menewaskan musuh, karena itu ketika raja mengumpulkan orang-orang, dan mengambil sebuah panah dari tempat panah pemuda seraya mengatakan : Dengan nama Allah Jalla Jalaluhu Tuhan pemuda ini, (hingga terbunuhlah pemuda itu) maka orang-orang semuanya berteriak : Tuhan yang benar adalah Tuhan pemuda ini. Maka dengan kematian pemuda ini didapatkan keislaman sebuah umat yang besar.

Seandainya hal seperti ini terjadi maka sungguh kami akan mengatakan bahwasanya di sana ada tempat untuk berdalil dengan kisah ini, dan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan kisah ini agar kita mengambil ibrah darinya. Tetapi orang yang meledakkan diri-diri mereka jika membunuh sepuluh atau seratus musuh, maka hal itu tidak menambah musuh kecuali semakin marah kepada kaum muslimin dan semakin gigih dengan apa keyakinan mereka.

BOM SYAHID ATAU BOM BUNUH DIRI - 2

Pertanyaan:
Dalam berita beberapa waktu lalu ada suatu peristiwa yang menewaskan dari 20 orang Yahudi di tangan salah seorang mujahidin Palestina, dia juga melukai sekitar 50 orang Yahudi. Seorang mujahidin ini meletekkan alat peledak di dalam tubuhnya, kemudian masuk di sebuah rombongan kendaraan mereka dan dia ledakkan, dia melakkan itu dengan sebab.

Pertama : Dia tahu bahwa kalau dia tidak terbunuh sekarang hari itu maka besoknya akan dibunuh, karena orang-orang Yahudi membunuh para pemuda muslim di sana dengan berencana.

Kedua : Para mujahidin ini melakukan hal itu karena membalas dendam terhadap orang-orang Yahudi yang telah membunuh orang-orang yang sholat di masjid Ibrahimy.

Ketiga : Mereka mengetahui bahwa orang-orang Yahudi dan Nahsara membuat rancangan untuk menghilangkan ruh jihad yang ada di Palestina.

Pertanyaannya: Apakah perbuatan dia ini dianggap bunuh diri atau dianggap jihad? Apa nasihatmu dalam keadaan seperti ini, karena jika kami telah mengetahui bahwa perbuatan ini adalah perbuatan yang diharamkan maka semoga kami bisa menyampaikannya kepada saudara-saudara kami di sana, -Semoga Allah Jalla Jalaluhu memberikan taufiq kepadamu-?”

Jawaban:
Pemuda ini yang meletakkan bahan peledak di tubuhnya, pertama kali yang dia bunuh adalah dirinya. Tidak diragukan lagi bahwa dialah yang menyebabkan pembunuhan dirinya. Hal seperti ini tidak dibolehkan kecuali jika dapat mendatangkan maslahat yang besar dan manfaat yang agung kepada Islam, maka hal itu dibolehkan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- telah memberikan nash pada masalah ini, membuat permisalan untuk hal ini dengan kisah seorang pemuda, seorang pemuda mukmin yang berada di suatu umat yang dipimpin oleh seorang raja yang musyrik dan kafir. Raja yang kafir dan musyrik ini membunuh pemuda yang beriman ini, dia berupaya berulang kali, dia lemparkan pemuda itu dari atas gunung, dia lemparkan pemuda itu ke lautan, tetapi setiap upaya pembunuhan -itu gagal karena Allah Jalla Jalaluhu selalu menyelamatkan pemuda itu, maka heranlah raja musyrik itu.

Suatu hari pemuda itu berkata kepada raja musyrik itu : “Apakah kamu ingin membunuhku ?” raja itu berkata : “Ya, tidaklah aku melakukan semua ini melainkan untuk membunuhmu”. Pemuda itu berkata : “Kumpulkan orang-orang di tanah lapang, kemudian ambillah satu panah dari tempat panahku, letakkanlah dia di busurnya, kemudian lepaskanlah kepadaku dan katakanlah: ”Dengan nama Allah Rabb pemuda ini”. Adalah penduduk raja ini jika menyebut mereka mengucapkan : Dengan nama raja, akan tetapi pemuda ini berkata kepada raja ini : Katakanlah : Dengan nama Allah Rabb pemuda ini.

Maka raja ini mengumpulkan orang-orang di satu tempat yang luas, kemudian dia mengambil sebuah anak panah dari tempat panah pemuda itu, dia letakkan di busurnya seraya mengatakan : Dengan nama Allah Jalla Jalaluhu Rabb pemuda ini. Dia lepaskan anak panah itu sampai mengenai pemuda itu dan matilah dia. Melihat kejadian itu berteriaklah semua orang : “Tuhan adalah Tuhan pemuda ini, Tuhan adalah Tuhan pemuda ini”. Dan mereka ingkari penuhanan raja yang musyrik ini. Mereka berkata : “Raja ini telah melakukan segala cara yang memungkinkan untuk membunuh pemuda ini, ternyata dia tidak mampu membunuhnya. Ketika dia mengucapkan satu kalimat : Dengan menyebut Allah Jalla Jalaluhu Rabb pemuda ini, dia bisa mati. Kalau demikian pengatur semua kejadian adalah Allah Jalla Jalaluhu, maka berimanlah semua manusia.

Syaikhul Islam berkata : Perbuatan pemuda ini mendatangkan manfaat yang besar bagi Islam.

Merupakan hal yang dimaklumi bahwa yang menyebabkan kematian terbunuhnya pemuda ini adalah dia sendiri, tetapi dengan kematiannya didapatkan manfaat yang besar ; suatu umat beriman semuanya. Jika bisa didapatkan manfaat seperti ini maka dibolehkan bagi seseorang menebus agamanya dengan jiwanya. Adapun sekedar membunuh sepuluh atau dua puluh tanpa ada faidah, dan tanpa mengubah apapun maka perbuatan ini perlu dilihat lagi, bahkan hukumnya adalah haram, bisa jadi orang-orang Yahudi membalasnya dengan membunuh ratusan kaum muslimin.

Kesimpulannya bahwa perkara-perkara seperti ini membutuhkan fiqih dan tadabbur, dan melihat akibatnya, membutuhkan tarjih (penguatan) maslahat yang lebih tinggi dan menangkal mafsadah yang lebih besar, kemudian sesudah itu dipertimbangkan setiap keadaan dengan kadarnya”

BOM SYAHID ATAU BOM BUNUH DIRI - 1

Sebagian orang menganggap aksi bom bunuh diri termasuk jihad fi sabilillah, dan pelakunya dikatakan sebagai orang yang syahid, bahkan banyak jama’ah dakwah yang menyeru anggotanya untuk berpartisipasi dan mendukungnya. Akan tetapi... di pihak lain, sebagian besar kaum muslimin bertanya-tanya : Benarkah aksi ini dikatakan sebagai bentuk jihad ? Apakah Islam membolehkan segala cara dalam semua ibadah termasuk cara-cara berjihad yang merupakan bagian dari ibadah?

Realita menunjukkan bahwa cara-cara aksi bom bunuh diri tidak membuat jera orang-orang kafir, bahkan orang kafir semakin membabi buta untuk mengintimidasi dan membantai kaum muslimin dimana-mana. Jika dari kalangan mereka mati satu atau sepuluh orang, maka mereka membalasnya dengan membantai lebih dari itu dengan cara-cara yang biadab. Lantas ... apa manfaat dan keuntungan dari aksi-aksi bom bunuh diri itu bagi kaum muslimin ?

Untuk lebih memperjelas masalah ini, kami nukilkan fatwa ulama salafiyyin robbaniyyin tentang aksi bom bunuh diri.
_________________________________________________________________________
Di dalam Syarah Riyadush Shalihin 1/165-166 setelah menyebutkan syarah hadits kisah Ashabul Ukhdud beliau menyebutkan faidah-faidh yang dapat diambil dari kisah ini diantaranya.

Sesungguhnya seseorang boleh mengorbankan dirinya untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum, pemuda ini menunjukkan kepada raja yang menuhankan dirinya suatu hal yang bisa membunuhnya, yaitu dengan mengambil sebuah anak panah dari tempat panahnya …
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : “Karena ini adalah jihad fi sabilillah, seluruh umat beriman semuanya dalam keadaan pemuda ini tidak kehilangan apa-apa, karena dia mati, dan pasti dia akan mati cepat atau lambat”

Adapun apa yang dilakukan oleh sebagian orang dengan bunuh diri, yaitu dengan membawa alat peledak dibawa ke tempat orang kafir, kemudian dia ledakkan ketika dia di antara orang-orang kafir, maka dia tergolong perbuatan bunuh diri –Semoga kita dilindungi Allah Jalla Jallaluhu darinya-. Barangsiapa yang bunuh diri maka dia kekal di neraka Jahannam selama-lamanya, sebagaimana datang dalam hadits dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi tajam maka besi itu diletakkan di tangannya, ditusukkan ke perutnya di neraka jahannam dia kekal di dalamnya.” [Shahih Bukhari 5778 dan Shahih Muslim 109]

Karena orang ini membunuh dirinya bukan untuk maslahat Islam ; karena jika dia membunuh dirinya dengan membunuh sepuluh, atau seratus, atau dua ratus orang kafir, maka Islam tidak mendapatkan manfaat sama sekali dari perbuatannya, manusia tidak akan beriman. Berbeda dengan kisah pemuda ashabul ukhdud di atas. Dengan bom bunuh diri ini bisa jadi membuat musuh lebih congkak, sehingga mereka memberikan balasan kepada kaum muslimin yang lebih kejam dari itu.

Sebagaimana hal ini dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap penduduk Palestina, jika ada seorang penduduk Palestina yang mati dengan bom bunuh diri, dan menewaskan 6 atau 7 orang Yahudi, maka orang-orang Yahudi membalas dengan menewaskan 60 orang Palestina atau lebih dari itu, maka bom bunuh diri ini tidak memberikan manfaat bagi kaum muslimin, dan tidak juga bagi orang-orang yang diledakkan bom ini di barisan mereka.

Karena inilah kami memandang bahwa apa yang dilakukan oleh sebagian orang dari bunuh diri ini, kami memandang bahwa dia telah membunuh jiwa dengan tidak haq, dan perbuatannya ini membawa dia ke neraka –Semoga kita dilindungi Allah Jalla Jalaluhu darinya-, dan pelakunya tidaklah syahid, tetapi jika ada seseorang yang melakukan perbuatan ini karena mentakwil dengan menyangka bahwa perbuatan ini dibolehkan syari’at, maka kami mengharap semoga dia selamat dari dosa. Adapun dia tertulis sebagai orang yang syahid maka tidak, karena dia tidak menempuh jalan syahid yang benar, dan barangsiapa yang berijtihad dan keliru maka dia mendapat satu pahala”.

BERMULA DARI PENGKAFIRAN, AKHIRNYA PELEDAKAN - 1

Takfir atau mengkafirkan orang lain tanpa bukti yang dibenarkan oleh syari’at merupakan sikap ekstrim, dan akan selalu memicu persoalan, yang ujung-ujungnya ialah tertumpahnya darah kaum muslimin secara semena-mena. Berawal dari takfir dan berakhir dengan tafjir (peledakan).

Berikut ini adalah sebuah penjelasan ilmiah yang akurat. Di dalamnya terdapat kupasan yang jeli dan teliti. Mengukuhkan masalah yang teramat penting, bermanfaat bagi sekalian umat dan dapat menolak fitnah yang gelap gulita.

(Atas dasar itu), saya memandang perlu dan penting untuk menyebar luaskannya, sebagai nasihat dan sebagai amanat. Hal itu disebabkan oleh dua alasan.

Pertama

Karena banyak orang yang tidak mengetahuinya dan tidak memahaminya. Sedangkan yang mengetahuinya, tidak mau menyebarluaskannya sebab banyak di antara persoalan itu yang bagi sebagian orang hanya persoalan ‘mana suka’. Jika sesuai dengan hawa nafsu disebar luaskan. Dan jika tidak sesuai, disembunyikan dan ditimbun. Fatwa-fatwa ulama yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, maka akan dikatakan bahwa ulama yang berfatwa itu tidak mengerti (bodoh terhadap) realitas, situasi dan kondisi atau dikatakan bahwa ulama itu terkontaminasi dengan pemikiran Murji’ah. Demi Allah, ini merupakan bencana besar., dan enggan menunujukkannya –kecuali yang mendapat rahmat Allah-

Kedua

(Juga) karena di dalam penjelasan itu terdapat (usaha telaah) untuk membongkar rahasia keadaan sebagian orang ghuluw yang ekstrim. Yaitu orang-orang yang karena kebodohannya telah membuat citra agama menjadi buruk, dan karena penyimpangannya telah merusak kaum muslimin secara umum. Padahal Islam –alhamdulillah- jauh lebih tinggi dan lebih agung. Islam lebih memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kebenaran.

Hanya kepada Allah aku memohon, agar Dia menjadikan penjelasan ini bermanfaat bagi orang-orang pada umumnya, maupun secara khusus bagi orang-orang tertentu. Dia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berfirman.
“Takutlah kamu akan suatu fitnah yang tidak hanya menimpa orang-orang zhalim saja di antara kamu” [Al-Anfal : 25]
Akhir do’a kami ialah, Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin.

PENJELASAN HAI’AH KIBAR AL-ULAMA
Lembaga Perkumpulan Tokoh-Tokoh Ulama Saudi ArabiaSesungguhnya Majelis Hai’ah Kibar Al-Ulama, pada pertemuannya yang ke 49 di Thaif, yang dimulai tanggal 2/4/1419H telah mengkaji apa yang kini berlangsung di banyak negeri-negeri Islam dan negeri-negeri lain, tentang takfir (penetapan hukum kafir terhadap seseorang) dan tafjir (peledakan) serta konsekwensi yang diakibatkannya, berupa penumpahan darah dan perusakan fasilitas-fasilitas umum.

Karena berbahayanya persoalan ini, begitu pula akibat yang ditimbulkannya, berupa melenyapkan nyawa orang-orang yang tidak bersalah, perusakan harta benda yang mestinya terpelihara, menimbulkan rasa takut bagi banyak orang dan menimbulkan keresahan bagi keamanan serta ketentraman orang banyak, maka majelis Hai’ah memandang perlu untuk menerbitkan penjelasan ini, guna menerangkan hukum sebenarnya dari persoalan tersebut. Sebagai nasihat bagi Allah, bagi hamba-hambaNya dan sebagai pelepas tanggung jawab di hadapan Allah, serta sebagai upaya menghilangkan kerancuan pemahaman di kalangan orang-orang yang kacau pemahamannya.

Maka dengan taufik Allah kami katakan.

PERTAMA

Takfir (menetapkan hukum kafir/mengkafirkan) merupakan hukum syar’i. Tempat kembalinya adalah Allah dan RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seperti halnya penetapan hukum halal dan haram, kembalinya kepada Allah dan RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; begitupula penetapan hukum kafir. Tidak setiap perkataan atau perbuatan yang disebut kufur, berarti kufur akbar yang mengeluarkan (pelakunya) dari agama.Sesungguhnya kufur terbagi menjadi dua. Kufur asghar (kecil), tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, dan kufur akbar (besar), mengeluarkan pelakunya dari Islam. Kufur akbar ini ada beberapa macam, yaitu : menghalalkan (terhadap perkara yang jelas haramnya,-red), penolakan, pengingkaran, pendustaan, (menolak untuk percaya), munafik, dan ragu-ragu (terhadap kebenaran yang sudah jelas, -red). Dalam hal ini ada beberapa sebab yang dapat menjerumuskan ke dalam kufur akbar itu. Yaitu sebab-sebab yang berupa perkataan, perbuatan dan keyakinan.

Karena sumber penetapan hukum pengkafiran kembalinya kepada Allah dan RasulNya, maka kita tidak boleh mengkafirkan seseorang, kecuali jika Al-Qur’an dan Sunnah telah membuktikan kekafirannya dengan bukti yang jelas. Maka (mengkafirkan orang) tidak cukup hanya berdasarkan syubhat dan dugaan-dugaan saja, sebab akan berakibat pada konsekwensi hukum-hukum yang berbahaya.

Apabila hukum hudud (pidana) saja dapat terhapus dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti) –padahal konsekwensinya lebih ringan daripada takfir-, apalagi masalah pengkafiran orang, tentu lebih dapat terhapuskan lagi dengan adanya syubhat (ketidak jelasan bukti).

Itulah sebabnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya agar jangan sampai menghukumi kafir kepada seseorang yang tidak kafir. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Siapapun orang yang mengatakan kepada saudaranya ‘Hai Kafir’, maka perkataan itu akan mengeneai salah satu diantara keduanya. Jika perkataannya benar, (maka benar). Tetapi jika tidak, maka tuduhan itu akan kembali kepada diri orang yang mengatakannya” [Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu Umar].

Kadang di dalam Al-Qur’an dan Sunnah terdapat nash yang dapat difahami darinya, bahwa perkataan ini, perbuatan itu atau keyakinan itu adalah kufur, tetapi orang yang melakukannya tidak kafir, disebabkan adanya penghalang yang menghalangi kekafirannya.

Hukum pengkafiran ini, sama seperti hukum-hukum lainnya. Yaitu tidak akan terjadi, kecuali jika sebab-sebab serta syarat-syaratnya ada. Pada perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa XIV/118 terdapat penjelasan tentang syarat-syarat itu. Beliau Rahimahullah, berkaitan dengan hukum orang yang berbicara tentang kekafiran, telah mengatakan :
“Adapun bila orang tersebut :

(1) mengetahui atau memahami apa yang diucapkannya, maka bila ia
(2) dengan senang hati (tidak terpaksa) dan
(3) sengaja dalam mengucapkan apa yang dikatakannya ; maka inilah yang perkataanya terhitung ….” (maksudnya, pengkafiran terhadap orang itu dapat dianggap).
Dan penghalang-penghalangnya tidak ada. Umpamanya dalam masalah waris. Sebabnya (misalnya) adalah adanya hubungan kerabat.
Kadang-kadang seseorang (yang mempunyai hubungan kerabat) tidak bisa mewarisi disebabkan oleh adanya penghalang, yaitu perbedaan agama. Begitu pula masalah kekafiran. Seorang mukmin dipaksa melakukan perbuatan kufur –misalnya-, maka ia tidak kafir karenanya.

Kadang seorang muslim mengucapkan kalimat kufur disebabkan oleh kesalahan lidah karena sangat gembiranya, atau sangat marahnya atau karena sebab-sebab lainnya. Iapun tidak kafir karenanya. Sebab ia tidak sengaja mengucapkannya. Seperti kisah orang yang mengatakan : “Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah TuhanMu”.[Hadits Shahih Riwayat Muslim, dari sahabat Anas bin Malik]

( Dia tidak kafir –red). Dia salah mengucapkan kalimat itu karena sangat gembiranya (menemukan ontanya yang hilang ditengah kesendiriannya, -red).Jadi kegembiraan yang luar biasa itulah yang menjadi sebab adanya penghalang yang menghalangi hukum kafir terhadapnya, yaitu : ketidak sengajaan. Maksudnya, ia tidak bermaksud melakukan kekafiran. Perhatikanlah ini hendaknya. Jika tidak, sesungguhnya orang yang sengaja –dan tanpa ada unsur paksaan- mengucapkan perkataan sejenis yang dapat menyebabkan kekafiran –yaitu yang sama sekali berlawanan dengan keimanan dari segala sisi- baik secara ucapan maupun secara perbuatan,  misalnya ; mencaci Allah atau RasulNya atau yang semisalnya, maka orang ini kafir, keluar dari agama. Murtad.
Tergesa-gesa menghukumi kafir terhadap seseorang akan mengakibatkan banyak perkara yang berbahaya. Di antaranya menghalalkan darah dan harta Muslim, dilarangnya saling mewarisi, pembatalan pernikahan dan lain-lain yang merupakan konsekwensi hukum-hukum orang murtad.

Jadi bagaimana mungkin seorang mukmin boleh lancang menetapkan hukum kafir hanya berdasarkan syubhat yang sangat sederhana sekalipun?

Dan apabila ternyata (tuduhan kafir, -red) ini ditujukan kepada para penguasa. Dimana para penguasa Muslim –semoga Allah memperbaiki negara dan hamba Allah- melalui tangan mereka. Tentang dalil yang dijadikan hujjah oleh orang-orang yang menyimpang untuk mengkafirkan para penguasa secara total, yaitu firman Allah :

“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan oelh Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir” [Al-Maidah:44].

Maka tidak ada jawaban mencakup yang lebih indah dari pada perkataan Imam Ahmad Rahimahullah. (Beliau berkata) : “(Maksud ayat itu ialah), kufur yang tidak mengeluarkan dari agama. Seperti halnya iman, sebagaimana lebih rendah dari sebagian yang lain (bertingkat-tingkat, -red), demikian pula kufur. Sampai akhirnya datang suatu bukti yang tidak diperselisihkan lagi di dalamnya”., maka persoalannya jelas lebih parah lagi. Sebab akibatnya akan menimbulkan sikap pembangkangan terhadap penguasa, angkat senjata melawan mereka, menebarkan isu kekacauan, mengalirkan darah dan membuat kerusakan terhadap manusia dan negara.
Karena itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang penentangan kepada penguasa. Beliau bersabda:

“… Kecuali bila kalian lihat kekafiran yang nyata (bawaah), yang tentangnya kalian memiliki bukti yang jelas dari Allah” [Muttafaq ‘alaih, dari Ubadah]

[a] Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (kecuali jika kalian lihat), memberikan pengertian bahwa tidak cukup (pengkafiran, -red) hanya berdasarkan dugaan dan isu.

[b] Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (kekafiran), memberikan pengertian bahwa tidak cukup (penentangan terhadap penguasa, -red) hanya karena fasiknya penguasa, walau kefasikannya besar seperti zhalim, meminum khamr, berjudi dan dominan berbuat perkara haram.

[c] Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (nyata), memberikan pengertian bahwa tidaklah cukup kekafiran yang tidak nyata. Arti (bawaah) ialah jelas dan nyata.

[d] Sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (kalian memiliki bukti jelas mengenai kekafiran yang nyata dari Allah). Ini memberikan pengertian bahwa pengkafiran harus berdasarkan dalil yang sharih (jelas dan terang). Dalil itu harus shahih adanya dan sharih (jelas dan terang) pembuktiannya. Sehingga tidak cukup bila dalil itu lemah sanadnya atau tidak tegas pembuktiannya.

[e] Kemudian sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dari Allah), memberikan pengertian bahwa perkataan ulama manapun (dalam pengkafiran, -red) tidak bisa dianggap, meski betapapun tinggi ilmu dan sikap amanahnya, apabila perkataannya tidak berdasarkan dalil yang sharih (nyata dan terang) pembuktiannya dan shahih berasal dari Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ikatan-ikatan syarat-syarat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam hadits) di atas menunjukkan betapa pentingnya permasalahan takfir (pengkafiran terhadap seseorang).

Kesimpulan.

Tergesa-gesa menghukumi seseorang sebagai kafir mempunyai bahaya yang besar. Berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla.

“Katakanlah : Sesungguhnya Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau yang tersembunyi, dan (mengharamkan) perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (juga mengharamkan kalian) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu, dan (juga mengharamkan) kalian mengada-adakan perkataan terhadap Allah apa yang kalian tidak ketahui” [Al-A’raf:32]

APA YANG MEREKA DENDAMKAN TERHADAP NEGERI HARAMAIN?

Allah telah menjadikan negeri Makkah dan Madinah sebagai tempat yang aman hingga hari kiamat, semenjak Allah memerintahkan kepada kekasih-Nya nabi Ibrahim agar mengumumkan kepada manusia untuk menunaikan ibadah haji, mereka datang ke Baitul Haram (Ka’bah) dari segala penjuru negeri ; sebagaimana Allah berfirman.

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka” [Al-Haj : 27]

Dan Allah berfirman sembari memberi nikmat kepada penduduk negeri Haramain.

“Artinya : Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah Haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan)” [Al-Qashas : 57]

Demikianlah firman-Nya.

“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” [Al-Quraisy : 3-4]

Pelajaran dalan ayat itu diambil dari keumuman lafadh, (dan) bukan dari kekhususan sebab, walaupun sebagian ayat ini turun pada kaum musrikin Makkah, hanya saja ayat ini mencakup kepada penduduk Makkah hingga hari kiamat. Demikianlah Allah berkehendak untuk rumah-Nya agar senantiasa menjadi tempat dengan kedamaian dan keamanan, agar orang yang berhaji, berumrah dan orang yang berkunjung datang ke negeri itu dengan tanpa merasa takut dan gelisan.

Akan tetapi (kaum Khawarij modern) para da’i dan penyeru peledakan tidak ingin suasana seperti itu terjadi, tetapi yang mereka inginkan adalah kegoncangan keamanan negeri Al-Haramain. Mereka melanggar ayat-ayat dan hadits-hadits yang memperingatkan akan larangan mengganggu kaum muslimin, menakut-nakuti dan membunuh mereka ! Maka bagaimanakah jika hal itu (yaitu mengganggu, menakut-nakuti dan membunuh kaum muslimin) terjadi di bumi yang paling suci dan paling mulia di muka bumi ini, yaitu negeri Makkah yang aman dan daerah sekitarnya ?!

Allah berfirman.

“Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih” [Al-Haj : 25]

Sesungguhnya hanya sekedar berniat melakukan kejahatan di Makkah adalah sebuah kejahatan dan dosa yang besar, maka bagaimanakah dengan mereka yang menumpahkan darah yang haram di negeri Al-Haram ?

Bagaimanakah halnya orang yang meletakkan dan menaruh senjata dan bahan peledak dalam tumpukan mushaf Al-Qur’an, dan menyangka bahwasanya hal ini adalah jihad dan pengorbanan ?

Sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu, yang berusaha membuat kerusakana di negeri Al-Haramain (Saudi Arabia) dan negeri Islam lainnya, pada hakikatnya mereka itu adalah orang-orang yang berkhidmat (pada) musuh-musuh Islam dari kalangan Yahudi dan Nashara serta seluruh musuh-musuh Islam, karena musuh-musuh Islam itu bergembira dan menabuh genderang bahkan menari-nari ketika gangguan menimpa negeri Islam, khususnya negeri Islam, yang memelihara dan menjaga Makkah dan Madinah, negara yang menyebarkan aqidah Tauhid di negeri Arab dan selain negeri Arab.

Maka kenapa penyerangan yang keji ini dilakukan dari dalam dan dari luar, atas negeri Al-Haramain ? Karena Saudi Arabia adalah benteng terakhir bagi Islam, dan karena dinegeri itu pula ditegakkan syariat Allah diatas asas Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, dan karena di negeri itu disebarkan tauhid disegenap penjuru bumi. Maka (negeri ini) harus diperangi serta dilemahkan, dan disibukkan dengan fitnah-fitnah !! (negeri itu) harus digoncangkan keamanannya, karena kegoncangan kepercayaan pada negeri itu dan menampakkannya dalam keadaan lemah dari menjaga tempat-tempat yang suci, benar-benar akan mencegah para jama’ah haji dan pengunjung serta orang yang berumrah untuk mendatanginya. Maka lemahlah perekonomiannya, dan tersibukkan negeri Saudi Arabia dari kewajibannya yang suci yaitu melayani dua tempat suci (Makkah dan Madinah) melayani Islam dan kaum muslimin.

Kemudian mereka yang menuduh negeri itu dengan kedzaliman dan kedustaan, (bahwa negeri Saudi Arabia ) membina teroris, diri merekalah yang bergembira dengan perbuatan orang-orang bodoh pembunuh dari kalangan kaum Khawarij masa kini, maka lihatlah bagaimana mereka (orang kafir yang menuduh negeri Saudi Arabia membina teroris dan kaum Khawarij yang meledakkan Al-Haramain) bertemu dalam satu sasaran dan satu tujuan, walaupun tanpa sengaja ?!

Dan Maha benar Allah dimana Dia berfirman.

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” [Al-Baqarah : 120]

Musuh-musuh Islam di timur dan barat tidak meridhai kecuali umat ini meninggalkan agamanya sebagaimana terkelupasnya ular dari kulitnya, baik pemerintah ataupun rakyatnya, dan (mereka menginginkan) umat Islam menyerupai negeri barat baik itu akidahnya, peradabannya, kebudayaannya dan akhlaknya.

Dan hal ini (umat Islam meninggalkan agamanya) –dengan izin Allah- tidak akan terjadi selama pada kita terdapat Kitabullah dan Sunnah nabiNya, dan selama pada kita terdapat ulama rabbani yang menyuruh berbuat baik dan melarang dari kemungkaran, berjihad dengan lisan mereka, jari-jemari mereka dan keterangan mereka, mereka benamkan setiap fitnah Khawarij dan ahli bid’ah yang sesat, dan mereka memperingatkan dari persengkokolan musuh-musuh Islam, menasehati para penguasa kaum muslimin dengan cara yang baik dan cara yang paling lurus, dengan kelembutan dan hikmah, agar mereka dapat membantu para penguasa melawan syaitan dan mereka tidak membantu syaitan melawan penguasa kaum muslimin, mereka (para ulama itu) akan mendo’akan penguasa kaum muslimin dengan kebaikan, dan tidak mendoakan penguasa dengan kejelekan dan kebinasaan.

Semoga Allah menjaga negeri Al-Haramain khususnya dan negeri-negeri Islam secara umum dari segala rencana-rencana jahat yang dilakukan oleh musuh-musuh kita yang nampak atau dari kalangan kaum muslimin yang bersembunyi dibelakang Islam –mereka menyangkanya- dan Allah benci dan berlepas diri dari mereka dan amal perbuatan mereka, dan Allah-lah meliputi mereka semuanya tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Dia dan tiada Rabb selain Dia.

Popular Posts