"YAYASAN ALKAUTSAR"

LEMBAGA SOSIAL DAN DAKWAH ISLAM JAKARTA - INDONESIA

HUKUM MENCARI-CARI RUKHSAH PARA FUQAHA' KETIKA TERJADI PERSELISIHAN - 2

SYUBHAT-SYUBHAT DAN BANTAHANNYA

Syubhat Pertama.
Mereka -para pencari rukhsah- berhujjah dengan kalimat yang haq tetapi dimaksudkan untuk hal yang bathil. Mereka berkata bahwasanya agama ini mudah dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman.

"Allah menghendaki bagi kalian kemudahan dan tidak menghendaki bagi kalian kerusakan" [Al-Baqarah : 185]

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Mudahkanlah dan janganlah kalian mempersulit" [Dari Hadits Anas Radhiyallahu 'anhu, Riwayat Bukhari 1/163 dan Muslim 3/1359]

Mereka berkata :"Jika kami memilih pendapat yang paling ringan (paling enak, -pent) maka tindakan kami ini adalah memudahkan dan menghilangkan kesulitan".

Maka jawaban kita kepada mereka :"Sesungguhnya penerapan syari'at dalam seluruh sisi kehidupan itulah yang disebut memudahkan dan menghilangkan kesulitan, bukan menghalalkan hal-hal yang haram dan meninggalkan kewajiban-kewajiban".

Ibnu Hazm berkata (dalam Al-Ihkam Fi Ushulil Ahkam. hal. (69) :"Sesungguhnya kita telah mengetahui bahwa seluruh yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala adalah kemudahan, sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Dan dia (Allah Subhanahu wa Ta'ala) sekali-kali tidak menjadikan bagi kalian dalam agama suatu kesempitan" [Al-Haj : 78]

Imam Asy-Syatibi telah membantah orang-orang yang berhujjah dengan model ini dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Aku telah diutus dengan (agama yang) lurus yang penuh kelapangan" [Hadits Hasan]

Seraya (Imam Asy-Syatibi) berkata : "Dan engkau mengetahui apa yang terkandung dalam perkataan (dalam hadits) ini. Karena sesungguhnya (agama) "lurus yang penuh kelapangan" itu. hanyalah timbul kelapangan padanya dalam keadaan terkait dengan kaidah-kaidah pokok yang telah berlaku dalam agama, bukan mencari-cari rukhsah dan bukan pula memilih pendapat-pendapat dengan seenaknya". Maksud beliau yaitu bahwasanya kemudahan syari'at itu terkait dengan kaidah-kaidah pokok yang telah diatur dan bukan mencari-cari rukhsah yang ada dalam syari'at.

Imam Syatibi juga berkata :"Kemudian kita katakan bahwasanya mencari-cari rukhsah adalah mengikuti hawa nafsu, padahal syari'at melarang mengikuti hawa nafsu. Oleh karena itu mencari-cari rukhshah bertentangan dengan kaidah pokok yang telah disepakati (yaitu dilarangnya mengikuti hawa nafsu). Selain itu hal ini juga bertentangan dengan firman Allah Subahanahu wa Ta'ala.

"Dan jika kalian berselisih tentang sesuatu perkara maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul" [An-Nisa : 59]

Maka, khilaf (perselisihan) yang ada di antara para ulama tidak boleh kita kembalikan kepada hawa nafsu (dengan memilih pendapat yang paling enak, -pent), tetapi kita kembalikan kepada syari'at" [Al-Muwafaqat 4/145]


Syubhat Kedua
Mereka berkata :"Kami hanyalah mengikuti orang yang berpendapat dengan rukhshah tersebut"

Maka dijawab : "Sesungguhnya orang lain yang kalian taqlidi tersebut telah berijtihad dan dia telah salah, maka dia mendapatkan (satu) pahala atas ijtihadnya tersebut. Adapun kalian, apa hujjah kalian mengikuti kesalahannya .? kenapa kalian tidak mengikuti ulama yang lain yang memfatwakan pendapat (yang benar) yang berbeda dengan pendapat si alim yang salah itu ?". Demikian juga dapat dijawab -dengan perkataan- :"Kenapa kalian bertaqlid kepada si Faqih ini dalam perkara rukhsah (yang enak menurut kalian, -pent) namun kalian tidak taqlid kepada pendapatnya yang lain yang tidak ada rukhsah (yaitu yang tidak enak pada kalian), lalu kalian mencari dari ahli fiqih selain dia yang berpendapat rukhsah ??

Ini menunjukkan bahwa kalian menjadikan taqlid sebagai benteng (alasan saja untuk membela) hawa nafsu kalian !!!" Dan para salaf telah memperingatkan terhadap kesalahan-kesalahan para ulama dan berijtihad kepada kesalahan-kesalahan mereka tersebut.

Umar Radhiyallahu anhu berkata :

"Tiga perkara yang merobohkan agama : "Kesalahan seorang alim, debatnya orang munafiq dengan Al-Qur'an, dan para imam yang menyesatkan" [Riwayat Ad-Darimi 1/71 dengan sanad yang shahih, dan Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Bayanil Ilmi 2/110]

Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata :

"Celakalah orang-orang yang mengikuti kesalahan seorang alim. Si alim berpendapat dengan ra'yinya (akalanya), lalu dia bertemu dengan orang yang lebih alim darinya tentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian orang tersebut memberitahukannya (pendapat yang benar) maka si alim tersebut mengikuti pendapat yang benar dan meninggalkan pendapatnya yang salah. Sedangkan para pengikutnya (tetap) berhukum dengan pendapat si alim yang salah tersebut" [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Al-Madkhal dan Ibnu Abdil Barr (2/122) dengan sanad yang hasan]


HUKUM MENCARI-CARI RUKHSAH PARA FUQAHA' DAN MENGGABUNGKAN MADZHAB-MADZHAB (PENDAPAT PARA ULAMA)  DENGAN HAWA NAFSU

Para ulama telah sepakat tentang haramnya mencari-cari rukhsah dan menggabungkan madzhab-madzhab dan pendapat-pendapat tanpa dalil syar'i yang rajih (kuat), dan berfatwa kepada manusia dengan pendapat tersebut.

Diantara perkataan-perkataan para ulama tentang haramnya hal ini adalah :

[1] Sulaiman At-Taimy berkata (wafat tahun 143H) :"Kalau engkau mengambil rukhshah setiap orang alim, maka telah berkumpul pada dirimu seluruh kejelekan". Ibnu Abdil Barr berkata memberi komentar :"Hal ini adalah ijma', dan aku tidak mengetahui ada khilaf dalam perkara ini" [Al-Jami' 2/91,92]

[2] Berkata Ma'mar bin Rosyid (wafat tahun 154H) :"Seandainya seorang laki-laki mengambil pendapat Ahlul Madinah tentang (bolehnya) nyanyian dan (bolehnya) mendatangi wanita dari duburnya, dan mengambil pendapat Ahlul Makkah tentang (bolehnya) nikah mut'ah dan (bolehnya) sorf (semacam riba) dan mengambil pendapat Ahlul Kuffah tentang khamer (yaitu khamer yang haram hanyalah terbuat dari anggur), maka dia adalah hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala yang paling buruk" [Lawami'il Anwar karya As-Safarini 2/466].

[3] Imam Auza'i berkata : (wafat tahun 157H) :"Barangsiapa mengambil pendapat-pendapat yang aneh (asing, menyelisihi para ulama lain) dan para ulama maka dia telah keluar dari Islam" [Syiar A'lam An-Nubala' 7/125 karya Adz-Dzahabi]

[4] Imam Ahmad bin Hanbal berkata (wafat tahun 241H) :"Kalau seseorang mengamalkan pendapat Ahlul Kuffah tentang anggur dan pendapat Ahlul Madinah tentang nyanyian (yaitu bolehnya nyanyian, -pent) dan pendapat Ahlul Makkah tentang mut'ah (yaitu bolehnya nikah mut'ah, -pent) maka dia adalah orang fasiq". [Lawamil Anwar al-Bahiyah, karya As-Safarini 2/466 dan Irsyadul Fuhul, karya Asy-Syaukani hal. 272]

[5] Ibrahim bin Syaiban berkata (wafat tahun 337H) :"Barangsiapa yang ingin rusak maka ambillah rukhsah" [Siyar A'alam An-Nubala' karya Adz-Dzahabi 15/392]

[6] Ibnu Hazm berkata (wafat tahun 456H) di dalam menjelaskan tingkatan orang-orang yang berselisih :"Dan tingkatan yang lain di antara mereka, adalah kaum yang tipisnya nilai agama mereka dan kurangnya ketakwaan mereka mengantarkan mereka untuk mencari apa yang sesuai dengan hawa nafsu mereka pada pendapat setiap orang. Mereka mengambil pendapat rukhsah (yang ringan) dari seorang alim dengan bertaqlid kepadanya tanpa mencari pendapat yang sesuai dengan nash dari Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Al-Ihkam hal. 645]. Imam Syatibi telah menukil dari Ibnu Hazm, bahwa beliau menyampaikan ijma' (para ulama) tentang mencari-cari rukhsah madzhab-madzhab tanpa bersandar kepada dalil syar'i adalah merupakan kefasikan yang haram [Al-Muwafaqat 4/134].

[7] Abu 'Amr Ibnu Shalah berkata (wafat tahun 643H) menjelaskan tentang sifat tasahul (mudah memberikan fatwa yang enak, -pent) seorang mufti :"Dan terkadang sifat tasahul dan mencari kemudahan dengan tujuan-tujuan dunia yang rusak telah membawa seorang mufti untuk mencari-cari tipu daya yang haram atau yang makruh, dan berpegang teguh dengan syubhat-syubhat untuk mencarikan rukhsah bagi orang yang dia ingin beri manfaat, atau bersikap keras terhadap orang yang dia kehendaki mendapat mudharat. Maka barangsiapa yang melakukan hal ini maka telah hina agamanya" [Adabul Mufti, hal : 111]

[8] Sulathanul ulama Al-Izz bin Abdis Salam berkata (wafat tahun 660H) :"Tidak boleh mencari-carri rukhsah" [Al-Fatawa hal. 122]

[9] Imam An-Nawawi ditanya :"Apakah boleh seseorang yang bermadzhab dengan suatu madzhab untuk bertaqlid pada suatu madzhab yang lain pada perkara yang dengannya ada kemanfaatan dan mencari-cari rukhsah?", beliau menjawab :"Tidak boleh mencari-cari rukhsah, walalhu 'a'lam" [Fatawa An-Nawawi yang dikumpulkan oleh muridnya Ibnul 'Attor, hal. 168]

[10] Imam Ibnul Qayyim berkata (wafat 751H) :"Tidak boleh seseorang mufti mengamalkan dengan pendapat yang sesuai dengan kehedaknya tanpa melihat kepada tarjih (pendapat yang lebih kuat)". [I'lamul Muwaqi'in 4/211].

[11] Al-'Alamah Al-Hijawi berkata (wafat 967H) :"Tidak boleh bagi seorang mufti maupun yang lainnya untuk mencari-cari hilah (tipu daya) yang haram dan mencari-cari rukhsah bagi orang yang membutuhkannya, karena mencari-cari hal itu adalah kefasikan dan diharamkan meminta fatwa dengan hal itu". [Al-Imta' 4/376].

[12] Al-'Alamah As-Safarini berkata (wafat 1188H) :"Diharamkan bagi orang awam yang bukan mujtahid untuk mencari-cari rukhsah untuk ditaqlidi" [Lawami'il Anwar 2/466]

Kesimpulan dari uraian di atas bahwasanya empat imam, yaitu Ibnu Abdil Barr, Ibnu Hazm, Ibnu Sholah, dan Al-Baji telah menukilkan ijma' tentang haramnya mencari-cari rukhsah.

0 comments:

Popular Posts

Blog Archive